Kamis, 29 Agustus 2013

[Akira-Kouyou Fanfiction] Cassis

Cassis
Senyum itu, entah mengapa aku begitu merindukannya. Aku merindukan dekapan hangat yang mampu menenggelamkanku dalam damai, seandainya saja dia masih disini. Seandainya. Ya, seandainya! Karena kenyataannya dia takkan pernah bisa kembali padaku. Terhalang oleh labirin tipis yang memisahkanku dengannya. Tipis memang, namun tidak ada yang bisa menghancurkannya. Aku ataupun dia. Tidak ada!
Aku benar-benar merasa bodoh, aku menyesal. Sungguh aku menyesal. Maafkan aku, aku memang seorang pecundang. Aku terlalu takut. Aku takut menyakitinya, menggoreskan luka dihatinya, aku tak ingin lagi melihatnya menangis karena perbuatanku. Aku benar-benar tidak sanggup jika melihatnya terus seperti ini, menagis dalam diam. Menelan semua kesulitan yang dia hadapi sendiri. Aku selalu mengulangi kesalahan yang sama, membuatnya selalu menagis. Membuatnya selalu terluka karena hatiku yang belum bisa melangkah menjauh dari bayang masalalu.
Terlalu menyakitkan untuk sekedar menyentuhnya. Saat aku belum bisa sepenuhnya melupakan seseorang dimasa lalu, dia tidak banyak bertanya. Dia hanya diam dan menggengga tanganku erat. Memberiku kekuatan yang dia salurkan melalui genggaman tangannya. Hangat, perasaan itu menyelimutiku kala itu. Walaupun dia tersenyum, aku tau hatinya terluka.
Berhentilah bersandiwara! Aku tau hatinya menangis, aku tau. Tapi apa yang bisa kulakukan jika dia selalu saja berkata “Daijoubu yo!” setiap aku bertanya tentang keadaannya. Senyum itu terlihat getir, aku tau dia mencoba untuk menjadi lebih kuat menghadapi kenyataan. Berhentilah! Kumohon… karena itu membuatku menjadi manusia paling bodoh yang tidak bisa berbuat apa-apa saat orang yang ku cintai harus menanggung semua kesedihannya sendiri. Aku menyayanginya… ah, bukan, aku mencintainya. Terlalu mencintainya.
Ingin rasanya aku menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi putihnya, namun aku tidak pernah membiarkan tanganku menyentuhnya. Dia bagaikan kaca tipis yang akan remuk jika disentuh, aku sudah banyak membuatnya terluka. Membuat air matanya selalu mengalir saat aku meninggalkannya sendiri. Tuhan… betapa bodohnya aku menyia-nyiakan orang berhati malaikat seperti dia. Mengapa aku begitu kejam sehingga membuatnya selalu menangis, air matanya terlalu berharga Tuhan… kumohon, berikan kebahagiaan untuknya. Bantu aku melupakan masalaluku, aku sangat mencintai malaikatku Tuhan, kumohon bebaskan aku…
“Yoss…! Ayo kita tata masa depan, kau tidak harus selalu melihat kebelakang. Semua pasti akan baik-baik saja!” itulah yang selalu dia katakan saat aku mulai lelah untuk berjalan, saat aku mulai putus asa. Mungkin jika dia tidak ada, aku sudah bunuh diri. Haaah… dia benar-benar malaikatku, malaikat penyelamatku. Dan dialah alasanku untuk hidup, menjalani hidup yang kurasa sungguh tidak adil. Dia adalah orang yang mengajarkanku arti cinta dan pengorbanan. Dia juga yang menunjukkan padaku bahwa masih ada cinta yang bisa kudapatkan saat aku kehilangan cinta yang lain.
Tapi kurasa dia salah, aku memang mendapatkan cinta yang lebih besar saat aku kehilangan cinta dimasa lalu. Namun, adakah ada cinta yang lebih besar yang bisa kudapatkan selain cintanya? Orang yang membiarkan dirinya terluka demi membuatku bahagia, yang membiarkan hatinya tersakiti asalkan aku bahagia. Siapa? Siapa yang bisa memberiku cinta  tulus seperti yang dia berikan padaku? Apa ini yang dia rasakan saat melihatku tertawa dengan orang lain? Atau lebih menyakitkan dari ini? Tolong katakan padaku, aku tidak ingin menjadi orang paling jahat yang selalu membuatnya menagis sendiri.
“Kau harus tetap bertahan, aku yakin kau bisa. Jangan menangis, tetaplah tersenyum apapun yang terjadi. Maaf aku tidak bisa lagi menjagamu.”
Ya, dia meninggalkanku. Saat aku menyentuhnya untuk yang pertama dan terakhir. Mengapa takdir selalu kejam? Mempermainkanku. Belum cukup puaskah takdir itu menjatuhkanku sebelum dia –malaikatku— datang padaku? Belum cukupkah takdir menyiksaku saat aku melihat dia menangis dan selalu tersenyum palsu didepanku? Apa itu belum cukup?
Aku lelah, bahkan terlalu lelah untuk menagis. Maaf aku tidak bisa mengabulkan keinginan terakhirnya, keinginan sederhana namun terasa sulit. Semakin kucoba untuk berlari, semakin jelas bayangannya. Tersenyum katanya, aku bahkan sudah lupa bagaimana aku tersenyum. Bertahan hidup? Untuk apa? Tidak ada lagi alasan untukku bertahan. Dialah nafasku, dialah detak jantungku. Dan kini dia pergi dan aku takkan pernah bisa bertemu dengannya lagi, selamanya. Lalu apa yang harus ku pertahankan?
Setiap malam yang ku hitung aku semakin merindukannya, mungkin ini hukumanku. Dia pergi saat aku akan menyatakan perasaanku padanya, perasaan yang sudah lama ku pendam untuknya. Mencari waktu yang tepat, namun berujung petaka. Kami memang sepasang kekasih, tapi aku tidak pernah mengatakan bahwa aku juga mencintainya.
Sakit, sesak, sedih, perih. Entahlah aku tidak tau, saat ini aku benar-benar dalam titik terlemahku. Dadaku sesak setiap aku mengingat wajahnya yang basah karena air mata. Aku ingin menemuinya, ah… kurasa bersamanya lebih tepat.
Kini aku berdiri ditempat peristirahatan terakhirnya, dimana dia sedang tertidur damai disana. ‘Apa kau bahagia disana? Mengapa kau tidak membawaku  pergi bersamamu? Tidakkah kau tau kaulah alasanku untuk tetap bertahan hidup!’ kata-kata itu selalu keluar dari mulutku saat berada ditempat ini. Aku lelah… semua yang dia katakan salah. Hidupku tidak baik-baik saja tanpanya, tanpa semangatnya.
‘Suzuki Akira’
Ya, dia adalah nyawaku yang selama ini menjadi alasanku untuk tetap hidup. Yang selama ini menjadi malaikat yang menjagaku, orang yang mamu memberiku kehangatan lewat genggaman tangannya. Pria rapuh yang selalu bersembunyi dibalik sikapnya yang so kuat, kini tengah ‘tertidur’ untuk selamanya.
#Normal POV
Sebuah mobil sport tenga melaju dengan kecepatan tinggi. Seorang pemuda cantik yang tengah duduk dikursi kemudi memicingkan matanya sesekali, memastikan jalan yang ada didepannya. Namun pengaruh alkohol membuat pandangannya tetap buram. Ya, pria cantik itu mabuk.
“Aku… hiks… aku merindukanmu!” racaunya. Kesadarannya semakin menurun sehingga mobil yang dikemudikan dengan kecepatan tinggi itu melenceng dan menabrak pembatas jalan tanpa sempat dihindari.
CRAAASSSS!!! BRAAAKKK!!!
Tubuh kurus pria malang itu menghantam keras jendela depan mobil hingga pecah, kecerobohannya tidak memakai seatbelt nyatanya berujung fatal.  Kepulan asap pekat mengepul dibagian depan mobil, kaca bagian depannya pecah, sedangkan pria cantik itu kini tengah tersungkur diaspal dengan darah mengalir dimana-mana. Badannya terasa ngilu, namin bibir pria cantik itu menyunggingkan sebuah senyum, senyum tipis, dia tersenyum karena melihat malaikat pencabut nyawa tengah berjalan mendekatinya, mengulurkan tangan dan mengajak pria cantik itu untuk ikut bersamanya.
Jasad yang tergeletak itu kini sudah tidak berkutik, semua alat indra yang ada ditubuhnya berhenti bekerja, hanya darah segar yang setia mengalir dari kepalanya. Wajah pria cantik itu terlihat damai, bibirnya masih menyunggingkan senyum, senyum yang sempat hilang semenjak kematian kekasihnya. Dia bahagia? Tentu saja, karena pada akhirnya takdir menyatukannya kembali dengan kekasihnya -Suzuki Akira-.
[“Kau akhirnya datang juga, Shime!”] ucap seorang pria sambil tersenyum.
[“Aku merindukanmu Ue!”] jawab pria cantik yang langsung berhambur kedalam pelukan pria yang dia panggil Ue. ["Aishiteru..."] lanjut pria cantik itu -Takashima Kouyou-
Begitulah cara Tuhan memberikan kebahagian bagi umatnya. Kepedihan yang selalu berakhir manis. Kebahagiaan yang mereka dapatkan dalam dimensi lain yang terlindungi labirin tipis yang sebelumnya menghalangi keduanya.
-Fin-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar